Satu hal yang sulit Riki pahami dalam hidupnya; kenapa sih Sunoo segitu gak sukanya sama dia?
Riki inget ketika dia masih kelas lima SD, ketika dia dan orang tuanya pindah ke rumah ini, Sunoo dari halaman rumahnya memandang Riki dengan tatapan penuh kebencian. Alisnya menukik, sorot matanya tajam, bibirnya sedikit dimanyunkan, dan bahunya naik turun. Kalo Sunoo adalah banteng, mungkin dia udah siap nyeruduk Riki saat itu. Riki gak peduli sih, mungkin setelan pabriknya emang begitu.
Besoknya, ketika mama ngajak Riki kenalan sama para tetangga, Sunoo jadi satu-satunya anak yang gak mau kenalan sama Riki. Pas mamanya Sunoo nyuruh anak itu salaman sama Riki, Sunoo malah kabur ke kamarnya. Riki jadi bingung. Tapi dia masih gak peduli.
Selama itu pula Riki dan Sunoo gak pernah bertegur sapa sama sekali. Barangkali ada momen ketika mereka terpaksa berinteraksi, seperti saat Riki disuruh mama nganterin kue ke rumah Sunoo. Itu pun Sunoo cuma bilang makasih dengan setengah hati dan kemudian membanting pintu di depan wajah Riki. Atau ketika mereka kebetulan ketemu di warung, keduanya malah pura-pura gak lihat seakan rumah mereka gak sebelahan.
Hal itu mulai mengganggu pikiran Riki ketika dia main sama anak-anak komplek. Riki mulai sadar kalo Sunoo begitu ke dia doang, ke yang lain enggak. Kalo Riki dateng setelah Sunoo, Sunoo pulang. Kalo Riki dateng sebelum Sunoo, Sunoo milih buat muter balik. Riki heran banget. Dia sampai nanya ke salah satu anak komplek, Sunoo tuh emang pilih-pilih temen apa gimana?
“Enggak kok. Dia temenan sama semua orang,” jawab Haruto pas lagi duduk bareng Riki di pinggir lapangan komplek. “Tapi aku bingung kenapa perlakuan dia ke kamu beda sendiri.”
Riki menoleh. “Kamu sadar?”
“Sadarlah, semuanya pada sadar kali dia gak suka sama kamu.”
“Ih, kenapa coba? Tanyain dong, Ru.”
“Udah ditanyain sama Doyoung.”
“Terus apa katanya?”
“Katanya muka kamu nyebelin.”
Riki terdiam. Gak bisa diterima. Menurut Riki, muka Haruto jauh lebih nyebelin, tapi kenapa dia doang yang dibenci? “Masa cuma gara-gara itu?”
“Aku juga gak yakin sih, pasti ada alasan lain. Kamu sendiri pernah nanya ke Sunoo gak?"
“Gimana mau nanya? Dia lihat aku aja langsung ngibrit.”
Haruto mikir bentar sambil megangin dagunya. “Apa karena kamu dateng setelah Jungwon pindah, ya?”
“Jungwon?”
“Di antara kita semua, Sunoo tuh paling deket sama Jungwon.” Haruto menjelaskan. “Sebelum kamu pindah ke sini, Jungwon tinggal di rumah kamu. Mungkin Sunoo sebel karena kamu gantiin Jungwon.”
Riki ngerutin dahinya. “Hubungannya apa? Emang aku ngusir Jungwon?”
“Gak tau deh, Rik. Dia gak pernah cerita apa-apa soal itu. Lagian ini tebakan aku doang.”
“Ya elah.”

“Gua rasa yang dibilang temen lu itu bener,” kata user Redkiddy—temen mabar Riki—setelah denger Riki ceritain percakapannya dengan Haruto beberapa tahun lalu. “Mungkin si Rubah ngerasa kehadiran lu bikin dia kehilangan sahabatnya—KIRI KIRI KIRI! NICE SHOT, NOELLE!”
Noelle adalah nickname Riki di dalam game, dan Rubah adalah nama samaran Sunoo setiap Riki curhat ke Red.
Riki menyandarkan punggungnya setelah tulisan VICTORY muncul di layar. “Tapi gua kan gak ada urusan apa-apa sama kepindahan temennya?”
“It happened when you two were still kids. Lu tahu sendiri lah anak kecil pemikirannya gimana. Mungkin kepindahan temennya itu mendadak banget buat dia, jadi dia kayak butuh objek buat disalahin atas kesedihannya.”
“Lu ngomong itu seolah-olah kejadiannya udah sepuluh tahun yang lalu.”
“You’re fifteen now, right? Semester depan udah SMA, udah peralihan dari anak-anak ke remaja. Jadi masanya udah beda, walaupun kejadiannya dalam jangka lima tahun.”
Hmmm, benar juga.
“Coba deh lu ajak ngobrol lagi. Kali aja dia udah berubah,” tambah Red.
“Gak berani gua. Liat matanya aja udah kayak mau makan orang.”
Red terdengar menghela napas. “Terus lu maunya apa?”
“Main lagi aja, yuk. Pusing gua.”
***