sunki — glad to know you

matchaeri
4 min readJun 13, 2023

Setelah sekian tahun, akhirnya Sunoo menginjakkan kaki lagi di rumah ini. Rumah yang penuh dengan kenangan masa kecilnya, sebelum Jungwon tiba-tiba pindah dan ninggalin kehampaan buat Sunoo. Meskipun banyak yang berubah, Sunoo masih bisa melihat bayangan dirinya dan Jungwon kecil bermain di tengah rumah, seperti yang dahulu sering mereka lakuin. Sunoo mendadak mellow, dia rindu masa-masa itu. Dia rindu Jungwon.

Riki mengundang Sunoo masuk ke kamarnya. Sunoo gak bisa berhentiin otaknya dari mengingat Jungwon. Ruangan yang dulunya merupakan tempat latihan taekwondo pribadi Jungwon, sekarang jadi kamar Riki. Sunoo semakin merindukan sahabatnya itu.

Won, where are you? How's your life? Do you eat well? Do you still remember that you had a best friend here? Do you know that I'm missing you all this time? Do you think we still have a chance to meet again?

Kamu dulu pernah bilang kalo udah gede pengen warnain rambut. Aku nyaranin merah karena menurut aku kamu bakal kelihatan lucu dengan warna itu. Aku tahu kamu gak suka kata 'lucu' dipake buat gambarin kamu, aku sengaja biar kamu kesal. Aku gak menduga kamu malah ngeiyain saran aku. Kata kamu kalo aku suka, kamu juga suka.

Sekarang gimana, Won? Jadi gak kamu warnain rambut? Jadi gak kamu pake warna merah walaupun aku gak bisa liat kamu?

“Sunoo, come here.”

Sunoo terlalu larut dengan pikirannya sendiri sampai gak sadar Riki udah nyalain komputer dan memakai headphone-nya. “Lo mau ngapain?”

“Sebentar.” Sunoo melihat Riki menelepon seseorang dengan nama Redkiddy melalui monitornya.

“Hi, Noelle.” Sayup-sayup Sunoo bisa denger suara yang merambat dari headphone Riki.

“Hi, Red.” kata Riki. “Are you ready?”

“Yeah, I’m ready.”

Sunoo mengernyit heran ketika Riki tiba-tiba nyerahin headphone ke dia. Karena Sunoo masih ngelag, Riki bergerak menuntun Sunoo duduk di kursi dan memasangkan headphone di kepalanya.

“Lihat ke depan,” kata Riki. “I’ll turn the camera on.”

Kemudian layar monitor nampilin wajah seorang remaja dengan rambut merah mentereng dan headphone telinga kucing bertengger di atasnya. Wajah yang baru pertama kali Riki lihat setelah hampir dua tahun berkomunikasi dengannya melalui virtual.

“Hi, Sunoo, long time no see.”

Sunoo membekap mulutnya gak percaya. Mata dan senyuman itu gak berubah banyak, Sunoo masih bisa mengenalinya. “J—Jungwon? Is that you?”

“Yeah, it’s me, your Wonnie.”

Sunoo gak bisa lagi membendung air matanya. Sahabat yang sangat dia rindukan kini berbicara kembali dengannya walaupun dibatasi layar monitor.

Riki mundur perlahan, dia ninggalin kamar dan nutup pintunya buat ngasih privasi untuk Sunoo dan Red—maksudnya Jungwon. Dia turut bahagia karena akhirnya berhasil ketemuin dua sahabat itu lagi.

“Emangnya boleh warnain rambut? Apa gak dimarahin guru?”

“Oh? Gak permanen ya?”

“Iya, aku inget. Dulu aku pernah bilang pengen lihat kamu rambut merah. Jadi kamu sengaja warnain karena mau ketemu aku?”

“Heem, aku suka. Warnanya cocok banget sama kamu.”

Riki gak nguping, suara Sunoo kedengeran sampe luar. Ya walaupun Riki makin lama makin mepet ke pintu.

Gak lama kemdian, pintu kamar Riki terbuka. “Udah?”

“Udah.”

Riki masuk ke kamar dan ngajak Sunoo buat duduk di pinggir ranjang bareng dia. “How do you feel?”

“I feel amazing. Makasih, ya, udah ketemuin gue sama Jungwon lagi.”

“Iya, sama-sama.” Riki mengulas senyum. “Gak lupa minta nomor WA-nya kan?” Sunoo mengangguk sebagai jawaban. “Kalo lupa gak apa-apa sih, kita bisa call dia lagi kapanpun.”

“Gue gak nyangka ternyata lo temenan sama Jungwon.”

“Gua juga gak nyangka temen gua selama ini ternyata sahabat masa kecil lu yang pernah tinggal di rumah ini.”

“Eum ... Ki.” Suara Sunoo tiba-tiba jadi pelan.

“Ya?”

“Gue mau minta maaf.”

Riki terdiam.

Sunoo nunduk dengan kedua tangan di letakkan di atas paha. “I’m so sorry, Ki. Maaf karena sikap gue selama ini ke lo gak ngenakin. I was just ... embarrassed. I was embarrassed to you, I was embarrassed to myself. Dulu gue pikir Jungwon pindah gara-gara lo, makanya gue kesel sama lo. And then I’m growing up, gue malu karena udah mikir kayak gitu. Gue pengen temenan sama lo tapi gue ngerasa gak pantes.”

“Gak perlu malu,” kata Riki. “Itu cuma pemikiran anak kecil yang masih polos dan gak tahu apa-apa. Kita pantes kok buat temenan.”

“Really? Can I befriend with you?”

“Y—yeah. Of course.” Riki menelan salivanya ketika Sunoo menatapnya penuh arti. This is the gaze he had dreamed of, tatapan yang pengen dia dapetin dari Sunoo.

Everything is clear, everything is done. Kalo Riki kehilangan kontrol diri, mungkin dia udah peluk Sunoo saat ini. Pelukan yang tentunya berbeda dengan yang di busway tadi. Pelukan yang bakal nunjukin betapa bahagianya Riki dengan momen ini. Pelukan yang bakal nunjukin kalo sesungguhnya Riki mau Sunoo lebih dari sekadar teman. Because the gaze Sunoo gives made Riki finally admit that he have more feelings for him.

“Anyway, kita belum kenalan dengan proper.” Sunoo ngulurin tangan kanannya. “Hai, gue Sunoo.”

Dan Riki tanpa ragu menyambut dan menjabat tangan itu. “Hai, Sunoo. Gua Riki. Glad to know you.”

“Glad to know you too, Riki.”

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

matchaeri
matchaeri

No responses yet

Write a response